Selasa, 21 September 2010

APA ITU FILSAFAT?

BAB I

APA ITU FILSAFAT

1. Pengertian Filsafat
Apa itu filsafat? Pertanyaan itu tidak hanya pada era ini diajukan tetapi sudah sejak kurang lebih dari dua puluh abad yang silam. Tidak mudah untuk memberikan jawaban atas pertanyaan itu sebagai upaya untuk menjelaskan apakah sesungguhnya filsafat itu.
Kenyataan sampai sekarang ini, masih banyak orang yang mengira bahwa filsafat itu adalah sesuatu yang serba rahasia, mistis dan aneh. Ada juga yang mengira bahwa filsafat itu adalah suatu kombinasi antara astrologi, psikologi dan teologi. Sementara itu ada yang menyangka bahwa filsafat adalah induk segala ilmu pengetahuan, maka dianggap sebagai ilmu yang paling istimewa, ilmu yang menduduki tempat yang paling tinggi di antara seluruh ilmu pengetahuan yang ada. Oleh karena itu filsafat hanya dapat dipahami oleh orang-orang jenius dan yang memiliki kemampuan intelektual luar biasa. Tetapi ada juga yang memandang filsafat sebagai ilmu murahan dan tak berharga untuk dipelajari. Masih banyak deretan kesalahpahaman dalam mengartikan apa itu filsafat.
Untuk memahami dan memasuki dunia filsafat, kita dapat dibantu dengan suatu pertanyaan ilustratif: “Berapa jeniskah manusia yang terdapat dalam kehidupan ini berdasarkan pengetahuannya?” Filsafat menjawab: 

Ada orang yang tahu di dalam ke-tahu-annya
Ada orang yang tahu di dalam ketidak-tahu-annya
Ada orang yang tidak tahu di dalam ke-tahu-annya
Ada orang yang tidak tahu di dalam ketidak-tahu-annya

Dari segi etimologis, istilah filsafat yang merupakan padanan kata falsafah (Arab) dan philosophy (Inggris) berasal dari bahasa Yunani philosophia yang terdiri dari kata philos yang artinya kekasih atau sahabat, dan kata sophia yang artinya kebijaksanaan atau kearifan atau juga pengetahuan. Jadi secara harafiah, philosophia berarti yang mencintai kebijaksanaan atau sahabat pengetahuan.
Menurut kesaksian tradisi kuno, istilah philosophia digunakan pertama kali oleh Pythagoras (sekitar abad ke-6 Sb.M), sekalipun dia tidak disebut sebagai filsuf pertama. Filsuf pertama adalah Thales, Anaximandros dan Anaximenes. Setelah mempergunakan istilah itu, pertanyaan dilontarkan kepada Pythagoras, apakah dia seorang yang bijaksana? Dengan rendah hati dia mengatakan bahwa dia hanyalah seorang yang mencintai pengetahuan (dalam arti tertentu filsuf).
Untuk memahami apa sebenarnya filsafat itu, perlulah diperhatikan beberapa konsep dan definisi yang diberikan oleh para filsuf. Ada banyak konsep dan definisi filsafat dari para filsuf, semuanya berbeda-beda. Oleh karena itu dapat dikatakan, definisi filsafat itu sebanyak filsuf. Berikut ini akan diketengahkan beberapa konsep dan definisi yang memadai untuk memberikan gambaran lebih jelas tentang apakah filsafat itu.
Para filsuf pra-Sokratik (± abad 5 SbM) antara lain Thales, Anaximandros dan Anaximenes mempertanyakan tentang asal mula alam dan berusaha menjawabnya dengan menggunakan logos atau rasio tanpa menggunakan mitos. Oleh sebab itu bagi mereka filsafat adalah ilmu yang berupaya untuk memahami hakekat alam dan realitas ada dengan mengandalkan akal budi.
Plato berpandangan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha meraih kebenaran yang asli dan murni. Dia juga mengatakan bahwa filsafat adalah penyelidikan tentang sebab-sebab dan asas-asas yang paling akhir dari segala sesuatu yang ada.
Aristoteles adalah murid Plato. Dia memiliki beberapa konsep mengenai filsafat. Pertama, dia mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang senantiasa berupaya mencari prinsip-prinsip dan penyebab-penyebab dari realitas ada. Kedua, dia juga mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berupaya mempelajari sesuatu yang ada sebagaimana adanya (being as being).
René Descartes adalah seorang filsuf Prancis yang terkenal dengan teori cogito ergo sum artinya aku berpikir maka aku ada. Dia mengatakan bahwa filsafat adalah himpunan dari segala pengetahuan yang pangkal penyelidikannya adalah mengenai Tuhan, alam dan manusia.
Menurut William James (filsuf Amerika), filsafat adalah suatu upaya yang luar biasa hebat untuk berpikir yang jelas dan terang. Dan masih banyak filsuf yang membuat konsep dan definisi filsafat.
Konsep dan definisi yang begitu banyak itu tidak perlu membingungkan bahkan sebaliknya justru menunjukkan betapa luasnya dunia filsafat itu sehingga tidak terbatas oleh sejumlah batasan yang akan mempersempit ruang gerak filsafat. Perbedaan-perbedaan itu sendiri merupakan suatu keharusan bagi filsafat, artinya kesamaan dan kesatuan pemikiran serta pandangan justru akan mengurangi cakupan filsafat yang sesungguhnya.

2. Asal Mula Terjadinya Filsafat
Ada empat hal yang mendorong manusia untuk berfilsafat yaitu ketakjuban, ketidakpuasan, hasrat bertanya dan keraguan. 

2.1 Ketakjuban
Salah satu hal yang mendorong manusia untuk berfilsafat adalah kekaguman, keheranan dan ketakjuban. Aristoteles mengatakan bahwa karena ketakjuban manusia mulai berfilsafat. Pada awalnya manusia takjub memandang benda-benda aneh di sekitarnya, yang lama kelamaan ketakjuban itu terarah pada hal-hal yang lebih luas dan besar, seperti perubahan dan peredaran bulan, matahari, bintang-bintang dan asal mula alam semesta.
Ketakjuban hanya mungkin dirasakan oleh manusia, makhluk yang berakal budi, yang dengannya manusia dimungkinkan merasa takjub dan bertanya tentang obyek yang ada. Itulah sebabnya pengamatan terhadap bintang-bintang, matahari, dan langit merangsang manusia untuk melakukan penelitian. Penelitian terhadap apa yang diamati dalam memahami hakekatnya itulah yang melahirkan filsafat. Penelitian yang dilakukan tidak hanya dengan mata tetapi dengan akal budi. Pengamatan akal budi tidak terbatas hanya pada obyek-obyek yang dapat dilihat dan diraba tetapi juga sesuatu yang dapat dilihat sekalipun tidak dapat diraba, bahkan juga yang tidak dapat dilihat dan diraba. Oleh karena itu Immanuel Kant seorang filsuf terkenal tidak hanya merasa takjub terhadap bintang-bintang di langit tetapi juga terpukau memandang hukum moral dalam hatinya.

2.2 Ketidakpuasan
Sebelum filsafat lahir, berbagai mitos telah lahir dan memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Mitos-mitos tersebut mencoba menjelaskan asal mula dan peristiwa yang terjadi di alam semesta serta sifat-sifat peristiwa itu. Akan tetapi penjelasan dan keterangan yang diberikan oleh mitos itu semakin lama semakin tidak memuaskan manusia. Ketidakpuasan itu mendorong manusia terus menerus mencari penjelasan dan keterangan yang lebih pasti dan meyakinkan. Ketidakpuasan itu membuat manusia berupaya melepaskan segala sesuatu yang tidak dapat memuaskan, lalu ia berupaya menemukan apa yang dapat memuaskannya.
Dalam mencari dan menemukan penjelasan dan keterangan yang lebih memuaskan itu, akal budi semakin berperan. Akhirnya mitos semakin tergeser peranannya, dan lahirlah filsafat.

2.3 Hasrat Bertanya
Ketakjuban manusia telah melahirkan pertanyaan-pertanyaan dan ketidakpuasan manusia membuat pertanyaan-pertanyaan itu tak kunjung habis untuk dijawab. Pertanyaan-pertanyaan itulah yang membuat kehidupan serta pengetahuan dapat berkembang. Pertanyaanlah yang membuat manusia melakukan pengamatan, penelitian dan penyelidikan yang kemudian melahirkan suatu penemuan baru.
Hasrat bertanya membuat manusia mempertanyakan segalanya. Pertanyaan-pertanyaan itu tidak hanya terarah pada wujud sesuatu melainkan juga pada dasar dan hakekatnya. Inilah yang menjadi salah satu ciri khas filsafat. Filsafat selalu mempertanyakan sesuatu sampai ke akar-akarnya dan universal. 

2.4 Keraguan
Sifat manusia sebagai makhluk bertanya didasarkan pada suatu keraguan atau ketidakpastian dan kebingungan atas apa yang telah diketahuinya. Oleh karena itu, ketika manusia bertanya, itu berarti bahwa apa yang diketahuinya masih meragukan. Hal itu merangsang terus menerus bertanya yang pada akhirnya menggiring manusia untuk berfilsafat.

3. Sifat Dasar Filsafat
3.1 Berpikir Radikal
Berfilsat berarti berpikir radikal. Maka filsuf adalah pemikir yang radikal. Karena berpikir radikal itu, maka seorang filsuf tidak pernah terpaku pada fenomena tertentu dari sesuatu yang ada. Ia tidak pernah berhenti hanya pada suatu wujud realitas tertentu. Keradikalan berpikir itu akan mendorong filsuf untuk memukan akar dari segala sesuatu. Itu artinya ia juga berpikir dan berupaya untuk mencapai akar pengetahuan tentang dirinya sendiri.
Dengan berpikir radikal, filsafat berupaya memahami segala sesuatu yang tumbuh di atas akar itu. Dengan menemukan akar suatu permasalahan, maka permasalahan itu dapat dimengerti sebagaimana mestinya.
Berpikir radikal tidak berarti mengubah, membuang atau mengjungkirbalikkan segala sesuatu, melainkan berpikir secara mendalam untuk mencapai akar persoalan yang dipermasalahkan. Berpikir radikal justru hendak memperjelas realitas, bukan semakin mengaburkannya. 

3.2 Mencari Asas
Filsafat mengacu pada bagian keseluruhan dari suatu realitas. Dalam memandang keseluruhan realitas, filsafat senantiasa berupaya mencari asas yang paling hakiki dari keseluruhan realitas. Seorang filsuf akan selalu berupaya untuk menemukan asas yang paling hakiki dari realitas.
Dunia Yunani yang sangat kental dengan filsafat alamnya senantiasa mengacu pada suatu pertanyaan: Apa asas dari keanekaragaman realitas di alam semesta ini? Mereka mencoba menjawab pertanyaan itu dengan beranekaragam argumentasi rasional. Thales mengatakan bahwa asas pertama alam semesta itu adalah air. Anaximandros mengatakan yang tak terbatas. Anaximenes mengatakan udara. Heraklitos mengatakan api adalah asas realitas alam semesta. Dan Empedokles mencoba memadukan empat unsur itu sebagai asas semesta alam ini yaitu api, udara, tanah dan air.
Mencari asas pertama berarti juga berupaya menemukan sesuatu yang menjadi esensi realitas. Dengan menemukan esensi suatu realitas, maka realitas itu dapat diketahui dengan pasti dan menjadi jelas. Mencari asas adalah salah satu sifat dasar filsafat. 

3.3 Mencari Kebenaran
Filsuf adalah pencari kebenaran. Kebenaran yang dicarinya adalah kebenaran yang hakiki tentang seluruh dan setiap hal yang dapat dipersoalkan. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa berfilsafat berarti mencari kebenaran tentang segala sesuatu.
Kebenaran yang dicari oleh filsafat adalah kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan dan terbuka untuk dipersoalkan kembali dan dapat diuji demi memperoleh kebenaran yang lebih pasti. Begitulah seterusnya alur berfilsafat. Dengan demikian, kebenaran filsafat tidak pernah mutlak dan final melainkan terus bergerak dari suatu kebenaran menuju kebenaran baru yang lebih pasti. 

3.4 Mencari Kejelasan
Salah satu penyebab lahirnya filsafat adalah keraguan. Untuk menghilangkan keraguan diperlukan kejelasan. Oleh karena itu berfilsafat berarti mengejar kejelasan (clarity of understanding).
Mengejar kejelasan berarti harus berjuang dengan keras untuk menyingkirkan segala sesuatu yang tidak jelas, yang kabur, yang gelap, bahkan juga yang serba rahasia dan penuh teka-teki. Berfilsafat sesungguhnya merupakan suatu perjuangan untuk mendapatkan kejelasan pengertian dan jelelasan seluruh realitas. Perjuangan mencari kejelasan itu adalah salah satu sifat dasar filsafat.

3.5 Berpikir Rasional
Berpikir secara radikal, mencari asas, kebenaran, dan kejelasan tidak mungkin dapat berhasil dengan baik tanpa berpikir secara rasional. Berpikir secara rasional berarti berpikir secara logis, sistematis dan kritis. Berpikir logis tidak hanya sekedar mencapai pengertian-pengertian yang dapat diterima akal sehat, melainkan agar sanggup menarik kesimpulan dan mengambil keputusan yang tepat dan benar dari premis-premis yang dipergunakan. Sedangkan pemikiran sistematis berarti rangkaian pemikiran yang berhubungan satu sama lain secara logis. Dan berpikir kritis berarti mengobarkan kemauan untuk terus menerus mengevaluasi argument-argumen yang mengklaim diri benar. Seorang filsuf tidak akan mudah berpegang pada suatu kebenaran sebelum kebenaran itu dipersoalkan kembali dan dapat diuji terlebih dahulu. Jadi berpikir logis, sistematis dan kritis adalah ciri utama berpikir rasional. Berpikir rasional adalah salah satu sifat dasar filsafat.

4. Peranan Filsafat
Berdasarkan sebab-sebab lahirnya filsafat, maka dapat dilihat peranan filsafat dalam sejarah pemikiran manusia. 

4.1 Filsafat sebagai Pendobrak
Sejarah pengetahuan telah membuktikan bahwa intelektualitas manusia telah lama tertawan oleh penjara tradisi dan kebiasaan. Manusia telah lama hidup dalam alam pikiran mistik yang penuh dengan hal-hal yang serba rahasia yang teraktualisasi dalam mitos. Akibat cara berpikir mistis ini manusia menerima begitu saja segala muatan dongeng dan takhyul tanpa mempersoalkannya lebih lanjut. Manusia telah dirasuki dengan cara berpikir bahwa dongeng dan takhyul adalah warisan yang tidak terganggu-gugat, sehingga pasti benar dan tak boleh diganggu-gugat pula.
Oleh sebab itu, orang-orang Yunani yang terkenal dengan rasionalitas yang luar biasa, juga percaya kepada dewa-dewi yang memiliki kekuasaan yang sejajar dengan kekuasaan Allah. Tetapi mereka juga percaya bahwa dewa-dewi itu saling menipu, licik, sering memberontak dan kadang kala seperti seorang anak nakal.
Keadaan seperti itu berlangsung cukup lama. Kehadiran filsafat telah mendobrak pintu-pintu dan tembok-tembok tradisi yang begitu sakral dan selama itu tidak boleh diganggu-gugat. Proses pendobrakan itu terjadi dalam waktu yang cukup panjang. Kenyataan sejarah membuktikan bahwa filsafat benar-benar telah berperan sebagai pendobrak yang mencengangkan.

4.2 Filsafat sebagai Pembebas
Filsafat tidak hanya mendobrak pintu penjara tradisi dan kebiasaan yang penuh dengan berbagai mitos, melainkan membawa manusia keluar dari penjara itu. Filsafat membebaskan manusia dari ketidaktahuan dan kebodohannya. Filsafat juga membebaskan manusia dari belenggu cara berpikir yang mistis dan mitis.
Filsafat telah, sedang dan akan selalu terus berupaya membebaskan manusia dari kekurangan dan kemiskinan pengetahuan yang menyebabkan manusia menjadi picik dan dangkal. Filsafat juga membebaskan manusia dari cara berpikir yang tidak teratur dan tidak jernih. Filsafat juga membebaskan manusia dari cara berpikir yang tidak kritis yang membuat manusia mudah menerima kebenaran-kebenaran semu yang menyesatkan. Jadi filsafat membebaskan manusia dari segala penjara yang hendak mempersempit ruang gerak akal budi manusia. 

4.3 Filsafat sebagai Pembimbing
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa filsafat sanggup melaksanakan peranannya sebagai pembimbing. Filsafat membimbing manusia ke arah cara berpikir rasional, luas dan mendalam, yakni cara berpikir secara universal sambil berupaya mencapai akar dan menemukan esensi sesuatu. Filsafat membimbing manusia untuk berpikir secara sistematis dan logis. Filsafat juga membimbing manusia dari cara berpikir yang tidak utuh dan begitu fragmentaris ke arah manusia untuk berpikir secara integral dan koheren.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar